Sunday, February 25, 2007

Startegi "front baru" untuk melawan Amerika

Keberhasilan Vietnam merontokan Amerika serta Afganistan mengusir Uni Soviet dengan startegi perang gerilya adalah paling rasional untuk diterapkan oleh para mujahidin saat ini. Dengan kekuatan dan perlengkapan senjata yang jauh di bawah musuh, serta dukungan finansial dari donatur yang terbatas maka perang gerilya berlarut-larut menjadi senjata paling ampuh. Chechnya, Afganistan, Irak dan kini di Somalia telah memilih jalan itu.

Para pengamat dan intelejen barat - kaget, senang tak terduga dan menyambut gembira atas kahancuran secara cepat Pasukan Pengadilan Islam Somalia bulan - Desember 2006 - Januari 2007 lalu. Namun kegembiraan dahulu kini berbalik menjadi was-was, karena sebetulnya kehancuran itu tidak terjadi. Pasukan Pengadilan Islam Somalia menarik diri dari Mogadishu untuk memulai front baru perang gerilya berlarut-larut melawan penjajah. Kini hampir setiap hari terjadi serangan terhadap pasukan asing dan pemerintah di Mogadishu.

Mengutip keterangan mantan Pangab RI - bapak Ediarto mengenai konflik aceh yang lalu - bahwa idealnya untuk melawan perang geriliya adalah 1 : 10, yaitu untuk 1000 gerilyawan diperlukan 10.000 pasukan. Bisa dibayangkan, berapa puluh bahkan ratusan ribu pasukan Amerika yang diperlukan untuk berperang melawan gerilyawan di 3 front?? Di Somalia pasukan Amerika sangat aktif walau jumlah terbatas, itu disebabkan oleh sumber dana dan tenaga yang terbatas serta tekanan politik yang kuat atas serangan ke Irak dan Afganistan.

Walau tampak kerepotan di Irak dan meminta pertolongan Nato di Afganistan, tentara Amerika mau tidak mau harus berpartisipasi di Somalia. Karena negara ini dinilai menjadi persemaian yang aktif bagi calon pejuang Islam lintas negara. Peng-ekspor mujahidin yang handal, di mana terbukti telah menorehkan sejarah memalukan bagi pasukan elit Amerika. Sekenario penculikan pemimpin pasukan Farah Aidit di Mogadishu tahn 1991 oleh gabungan pasukan elit gagal total dan berubah jadi bencana. 18 tentara elit mati sia-sia, mayatnya dipertontonkan ke selurh dunia, di seret dan di jejerkan di pinggir jalan. Mujahidin dari Somalia kerap dijumpai di Irak dan Afghanistan.

Bila saja mau jujur bahwa perang yang berlarut-larut akan sangat menakutkan bagi pemerintah Amerika. Hampir 6 tahun di Afgansitan tidak menghasilkan apa-apa, selain Taliban semakin kuat. Tiga tahun di Irak telah membuang ribuan nyawa pasukannya dan uang miliaran dollar. Masa depan keberadaannya tidak bisa diramalkan. Kini keadaan di Somalia makin memburuk dan menyita perhatian pemerintah Amerika. Bukan mustahil Vietnam II atau kisah tragis terusirnya Uni Soviet setelah bercokol 10 tahun di Afghanistan akan terjadi pada Amerika.

No comments: